Squyres dari Universitas Cambridge ini menuturkan,
“Kami mendapat kesimpulan, batu di atas planet Mars pernah terendam
cairan air.” Pertanyaan kedua yang hendak kami jawab adalah:
“apakah batu-batu di planet Mars ini mengalami perubahan karena direndam air? Kami yakin jawabannya positif.” Dengan instrumen yang dipasang pada pesawat penjelajah, ilmuwan menginstrumentasi tanah dan batu di permukaan Mars, bentuk fisikal batu, menyelidiki eksistensi sulfat, kemudian memastikan ada tidaknya air, dan yang terpenting, apakah lingkungan di sana cocok untuk kehidupan kita.
Di atas pesawat penjelajah tersebut terdapat sebuah instrumen Moessbauer, alat ini berhasil menyelidiki suatu mineral sulfat yang mengandung besi (jarosite). Ditinjau dari pengetahuan atas perubahan batu tersebut, ilmuwan mengatakan ada batu mineral sulfat ini, kalau bukan terbentuk di air pasti terendam di air setelah terbentuk. Menurut ilmuwan, mungkin batu-batu ini terbentuk di telaga yang asam, atau bahkan di sumber air panas. Ketika reporter bertanya pada ilmuwan kapan air itu eksis di planet Mars, Squyres mengatakan, bahwa sulit menduga kapan air itu ada di planet itu jika hanya diamati dari foto. Hanya dengan pengujian dan pemeriksaan terhadap wujud benda terkait baru merupkanan satu-satu cara yang memungkinkan untuk mengetahui kapan air itu eksis.
Ilmuwan menuturkan, prediksi pernah terdapat kandungan air di planet Mars, lebih lanjut dibuktikan dengan foto yang didapat dari kamera yang dipasang di atas pesawat penjelajah. Sepotong yang diamati di atas batu yang disebut El Capitan, penuh dengan bintik yang tampak di mana-mana. Ahli geologi memastikan bahwa struktur batu itu hanya berasal dari tempat seperti itu, dan di sana butir-butir garam terbentuk dari batu yang terendam di air garam. Mereka juga mendapatkan petunjuk lain dari hasil pengujian fisika atas batu tersebut yakni adanya bentuk geological yang disebut “crossbedding”, yang biasanya disebabkan angin dan air yang bergerak di atas permukaan batu.
Sebelumnya berdasarkan hasil studi University of Colorado di Boulder, mengindikasikan bahwa pola kimiawi pada lapisan batuan yang diintrepretasikan pada tahun 2004 oleh Mars Exploration Rover (MER), sebagai bukti adanya lapisan tipis air yang tersebar, ternyata disebabkan oleh sulfur yang mengandung uap air yang bergerak naik menyapu timbunan abu vulkanik. Daerah yang diamati bernama Meridiani Planum, tempat di mana Opportunity berada. “Daerah ini memiliki kemiripan secara geologis dengan deretan pegunungan api di bagian utara Amerika, Hawaii atau Eropa,” demikian penjelasan Thomas McCollom dari Pusat CU Boulder untuk riset Astrobiology.
Para ahli membuat kesimpulan dalam bentuk beberapa buah paper, yang diterbitkan pada tahun 2004 oleh Mars Explorer Rover tim berdasarkan beberapa data yang didapatkan oleh Opportunity, bahwa Meridiani Planum di masa lampu adalah sebuah lautan atau danau yang luas. Para penulis dari paper ini mengajukan suatu model bahwa penguapan dari permukaan laut dan air bawah permukaan dalam jangka waktu yang lama meninggalkan berbagai macam endapan kimiawi yang didominasi pada awalnya oleh garam-garam sulfat. Kesimpulan semacam ini diinterpretasikan oleh mereka sebagai bukti keberadaan lingkungan yang berair yang mungkin dapat menunjang kehidupan.
McCollom mendeskripsikan secara geologis daerah tersebut sebagai daerah mirip solfatar. Terminologi ini berasal dari kawah solfatar yang merupakan daerah vulkanik kaya dengan saluran-saluran uap di sekitar Naples, Italia. Di bumi, solfatar mengandung mikroba yang mampu menggunakan sulfur sebagai senyawa penunjang hidupnya. Beberapa daerah tersebut sekarang sedang diteliti oleh para astrobiologis yang berusaha mencari daerah dengan kondisi ekstrem di bumi yang mampu men-support bentuk kehidupan. "Ada kemungkinan ada kehidupan di bawah permukaan Mars" jelas McCollom. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa di bumi kehidupan mampu terbentuk di daerah ekstrem dan Mars memiliki kondisi yang hampir serupa dengan itu.
Misteri “Rupa Manusia” Di Planet Mars
Ada
sebagian orang yang percaya bahwa di planet Mars terdapat kehidupan
bahkan dengan tingkat peradaban yang tinggi. Salah satu bukti yang
disodorkan adalah hasil foto yang direkam oleh pesawat penjelajah Mars
“The Viking Orbiter 1” yang diluncurkan NASA pada 1976 silam. Pada 31
Juli tahun itu, NASA menyiarkan, “foto ini telah menunjukkan sebuah
topografi dataran tinggi batuan yang mengalami erosi. Batu raksasa di
pusat gambar tampak seperti seraut wajah manusia ini, adalah kesan salah
pada orang-orang karena bayangan cahaya yang menyebabkannya memiliki
mata, hidung dan mulut”.
Penjelasan ini menjadi sangat menarik, batu besar dalam foto tampak seperti seraut wajah manusia. Maksud NASA sesungguhnya mungkin menarik minat publik terhadap penyelidikan planet Mars. Ini adalah satu kreasi yang berhasil, ia dengan cepat telah menarik pandangan orang, menjadi topik pembicaraan di semua media massa. Sebagaimana desas-desus yang tersebar, batu besar ini makin disiarkan semakin ajaib, ada yang secara tegas mengatakan bahwa “raut wajah manusia” di Mars ini menunjukkan bahwasanya di sana pernah eksis sejumlah besar peradaban tingkat tinggi dan maju, bahkan menyatakan bahwa sejumlah batu lain di sekitar batu tersebut adalah bangunan “piramida” atau “kota”.
Hampir tidak ada ilmuwan yang percaya dengan anggapan yang dianggap tidak rasional ini, tapi lain halnya dengan orang awam. “Raut wajah manusia” ini nyaris menjadi suatu kepercayaan baru, kawasan Cydonia—demikian nama lokasi penemuan itu- telah menjadi tempat yang suci. “wajah” aneh di planet itu dalam waktu singkat telah menjadi populer. NASA sama sekali tidak menyangka kalau gambar “wajah” itu akan menjadi suatu yang menarik bagi masyarakat di seluruh dunia. Dengan selembar foto “raut wajah manusia” itu jauh lebih efektif dibanding juru bicara NASA menyangkalnya.
Pada 5 April 1998, para ilmuwan mencoba mengambil gambar planet Mars yang baru dan merekam foto di kawasan Cydonia yang misterius itu. Ribuan orang menyerbu situs-net laboratorium pendorong jet, hendak menyimak foto “wajah manusia” di planet Mars tersebut. Hasil foto tersebut ternyata membuat banyak orang sangat kecewa: sama sekali gambarnya tidak tampak seperti rupa manusia! Namun, ada yang mengemukakan, bulan April merupakan musim berawan di planet Mars, pengaruh dari lapisan awan mungkin telah menutupi wajah itu, sehingga gambar foto tersebut tidak berlaku.
Tampaknya ada sejumlah orang yang masih penasaran. Sehubungan dengan itu, pada 8 April 2001, saat cuaca cerah tak berawan di Mars, pengamat astronomi kembali merekam foto kawasan Cydonia. Oleh karena kemajuan teknologi selama 25 tahun ini foto tersebut menjadi sangat sempurna, gaya pisahnya adalah 1.56 meter (lebih dari 27 kali lipat gaya pisah-nya Viking 1). Kini semua orang dapat melihat secara lebih jelas: bagaimanapun juga “rupa wajah manusia” di planet Mars ini tidak dapat disamakan pengertiannya atas “wajah” seperti itu. Ia lebih menyerupai sepotong roti kering yang penyok. Setelah diolah lagi, diperoleh gambar tiga dimensi “rupa manusia”. Dan kali ini melalui foto tersebut dapat diketahui, bahwa rupa yang seperti manusia itu ternyata tidak punya mata, hidung bahkan tidak memiliki mulut! Ia tidak lebih dari sebuah gunung datar yang biasa-biasa saja
Lantas, kenapa dulu terlihat seperti gambar manusia? Sebenarnya foto asli yang direkam pesawat penjelajah Viking 1 di kawasan Cydonia tidak jelas. Agar foto tersebut dapat dilihat secara lebih jelas, ilmuwan telah memperbesar foto asli tersebut dan meningkatkan kontrasnya. Kemudian, oleh karena gangguan sinyal radio dalam proses perputaran, sehingga beberapa bagian kecil foto tersebut hilang, dan bintik-bintik hitam perlu diperbaiki. Setelah menghilangkan garis-garis dalam foto tersebut, dan meningkatkan kontrasnya, muncul “rupa manusia” di planet Mars. Itu dianggap sebagai kesalahpahaman.
Bagi orang yang mempercayai kebenaran “muka manusia” di planet Mars, hal itu dianggap sesuatu yang biasa. Sebab di permukaan bumi pun ada beberapa keanehan di mana terdapat kesamaan yang mencengangkan, misalnya di puncak gunung tertentu di dunia ada yang tampak seperti bentuk atau rupa manusia atau binatang. Bahkan suatu tumbuhan yang bernama radix polygoni mutiflori di luar dugaan tampak seperti rupa manusia. Bahkan Karl Sagen dalam bukunya pernah menunjukkan bahwa ada sebuah terong yang terkenal sangat mirip dengan Richard Nixon, mantan Presiden AS.
Mungkin kelak kita masih akan menemukan rupa baru di planet Mars, di alam semesta yang maha luas ini masih ada begitu banyak misteri yang belum terpecahkan yang menanti manusia untuk memahaminya.
Monumen di Kawasan Cydonia
Spekulasi
kebenaran kehidupan di Mars, mungkin bisa kita kaitkan dengan foto yang
direkam Viking Orbiter 1 pada Juli 1976. Saat itu Orbiter 1 berhasil
memotret sebuah wilayah sepanjang escarpment yang disebut kawasan
Cydonia, di mana terdapat sebuah foto relief yang berbentuk seperti
wajah seorang manusia. Relief ini diduga terletak di tengah reruntuhan
sebuah kota purba berusia jutaan tahun, peninggalan dari peradaban
prasejarah di planet Mars. Foto berupa wajah manusia, yang dikenal
sebagai Face on Mars ini, telah membuat penasaran banyak orang.
Sejak itu para ilmuwan pun selalu diusik dengan berbagai pertanyaan yang tak kunjung terjawab. Apalagi yang terekam dalam foto itu bukan hanya muka mirip manusia, tapi juga ada piramida, dan sebuah kompleks seperti kota tua. Apakah monumen ini suatu kebetulan belaka atau memang sengaja dibuat oleh sebuah koloni cerdas? Kalau memang sengaja dibuat, apa maksud dari semua ini?
Sayangnya, mengingat tak pernah ada data yang lebih akurat, misterinya tak pernah bisa terkuak. NASA sendiri, sebagai badan ruang angkasa paling kompeten di dunia, hingga kini belum pernah mengeluarkan pernyataan resminya yang berkaitan dengan masalah tersebut. Nampaknya, kegagalan Mars Observer 1992 telah membuatnya kian berhati-hati dalam 'berbicara'. Pasalnya, sejak itu, segera muncul spekulasi bahwa bungkamnya wahana seharga miliaran dollar itu adalah sebagai sesuatu yang disengaja demi kepentingan internal. Dalam hal ini NASA dikabarkan sengaja mengubah sinyal Mars Observer agar tidak digunakan pihak-pihak lain untuk kepentingan tertentu.
Diantara hipotesa yang muncul dikemukakan oleh Alan F. Alford dalam situs: www2.eridu.co.uk/eridu/Author/Mysteries_of_the_World/Mars/Mars.html, yang nampaknya bisa menjadi pegangan yang cukup baik. Menurut penulis terkenal ini, kecil kemungkinan bahwa artifak di Cydonia itu adalah hasil kreasi makhluk cerdas yang bermukim di sana. "Dengan demikian, saya hanya meyakini, Face on Mars adalah sebuah perbukitan yang kebetulan saja bentuknya menyerupai manusia. Masa lalunya yang penuh dinamika alam yang radikal, letupan gunung, hantaman astroid, paling-tidak telah mengantarnya menuju pembentukan bukit dengan rupa yang aneh-aneh," ujar Alford.
Kalau kebetulan, kenapa bentuk piramid yang nampak juga di wilayah Cydonia mempunyai banyak kesamaan dengan The Great Piramid dari Mesir, ini yang masih menjadi tanda tanya. The Great Piramid terletak pada pusat geografik dari seluruh daratan di dunia, yang mana hanya bisa dilihat dari angkasa. Posisi dari Giza Piramid juga merupakan sebuah refleksi dari bintang-bintang di dalam constellation Orio pada 73.000 tahun yang lalu. Siapa yang bisa mempunyai kapasitas teknik membangun piramid yang demikian monumental? Egyptologists menyatakan tidak ada peradaban di bumi saat itu yang mereka perkirakan membangunnya, tak terbayangkan ada manusia yang mampu memancang dan membangun struktur yang begitu besar dan terencana dengan baik.
Piramid dari wilayah Cydonia diyakini sebagian ilmuwan mempunyai banyak kesamaan dengan The Great Piramid dari Mesir. Piramid Martia yang bersisi empat mempunyai sisi kelima yang tertutup oleh keempat sisi di atas. Lebih lanjut, D & M piramid yang masive terhubung pada wajah manusia seperti sphinx pada Mars, orientasi dari piramid-piramid dan wajah dari kawasan Cydonia adalah mirip dengan yang ada di Mesir. Martia piramid yang sangat besar juga menunjukkan kecanggihan geometry yang merupakan kunci untuk memahami quantum mekanik tingkat tinggi, sehingga pesan dalam sandi geometry di dalam monument di Cydonia terus menerus diteliti.
Cydonia ke arah utara, barat laut dari The Great Martian piramid terletak kompleks kota dari 12 piramid raksasa. Ada 4 pusat bangunan berbentuk piramida yang dikelilingi oleh 5 bangunan semacam piramid yang lebih besar dengan berbagai bentuk, garis-garis yang menghubungkan bagian luar dari monumen-monumen dari kota Cydonia membentuk sebuah pentagon. Kompleks kota juga terletak di sudut dari segi tiga sama sisi Cydonia yang terekam di gambar.
Lima piramid besar di kompleks dalam kota mengelilingi 4 piramid yang lebih kecil, garis pandang orientasi dari kota dan wajah Mars yang menyerupai Sphinx adalah bukti, orientasi dari wajah Mars terhadap kompleks kota adalah menarik. Piramid –piramid Cydonia di dalam kota mungkin dirancang khusus untuk mengamati letak balik matahari pada musim panas. Pada pagi hari di musim panas Mars, pada jaman lampau, bumi terlihat muncul dari mulut Cydonia Sphinx yang diikuti oleh matahari. Fenomena ini pasti telah diamati oleh yang membangun monumen-monumen Cydonia.
1. Mengapa Mars memiliki dua wajah berbeda?
Para peneliti sejak lama bertanya-tanya mengapa dua sisi Planet Mars
memiliki perbedaan yang mencolok? Belahan utara Mars bisa dikatakan
datar dan berupa dataran rendah, bahkan termasuk salah satu permukaan
paling datar, paling halus di tata surya. Kondisi itu barangkali
terbentuk oleh air yang diduga pernah mengalir di permukaan planet
merah.
Sementara itu, kebalikannya, belahan
selatan Mars memiliki permukaan yang terjal, berkawah dan sekitar 4 km
hingga 8 km lebih tinggi dibanding belahan utara. Bukti-bukti terkini
memunculkan perkiraan bahwa perbedaan antara sisi utara dan selatan
Mars itu diakibatkan oleh batu raksasa dari ruang angkasa yang
menghantam Mars pada masa lalu.
2. Dari mana asal gas methana di Mars?
Methana
--molekul organik paling sederhana-- pertama kali ditemukan di
atmosfer Mars oleh wahana Mars Express milik Badan Antariksa Eropa pada
tahun 2003. Di Bumi, sebagian besar gas methana di atmosfer dihasilkan
oleh makhluk hidup. Gas methana diduga sudah ada di atmosfer Mars sejak
300 tahun lalu, artinya apapun sumbernya, keberadaan gas tersebut belum
lama.
Meski begitu, gas methana bisa
juga muncul di luar kehidupan, seperti misalnya dari aktivitas
vulkanik. Wahana ExoMars milik ESA yang akan diluncurkan tahun 2016
bakal meneliti komposisi kimia atmosfer Mars dan mempelajari keberadaan
methana di sana.
3. Di manakah lautan Mars?
Banyak
misi ke Mars menemukan bukti-bukti bahwa planet tersebut pernah
memiliki kondisi cukup hangat sehingga air tidak membeku dan bisa
mengalir di permukaannya. Bukti-bukti itu antara lain berupa wilayah
yang seperti bekas lautan, jaringan-jaringan lembah, delta-delta sungai
dan sisa-sisa mineral yang seolah terbentuk oleh air.
Meski begitu, pemodelan iklim Mars
belum bisa menjelaskan bagaimana temperatur hangat itu bisa terjadi,
mengingat cahaya Matahari jauh lebih lemah dahulu. Ada dugaan,
bentuk-bentuk di atas terbentuk bukan oleh air, melainkan oleh angin
atau mekanisme lain. Namun masih tetap ada bukti bahwa Mars pernah
cukup hangat untuk mendukung keberadaan air dalam bentuk cair,
setidaknya di satu tempat di permukaannya.
4. Apakah ada air mengalir di permukaan Mars saat ini?
Meski
sebagian besar bukti menunjukkan bahwa air pernah mengalir di
permukaan Mars, tapi masih menjadi teka-teki apakah masih ada air yang
mengalir di permukaan planet tersebut saat ini. Tekanan atmosfer Mars
terlalu rendah, sekitar 1/100 tekanan di Bumi, sehingga air sulit berada
di permukaannya. Namun ada jalur gelap dan sempit di lereng-lereng
Mars yang memunculkan dugaan ada air yang mengalir tiap musim semi.
5. Apakah ada kehidupan di Mars?
Wahana
pertama yang berhasil mendarat di Mars, Viking 1 milik NASA,
memunculkan teka-teki yang masih misterius saat ini: Adakah bukti
kehidupan di Mars? Viking adalah wahana yang secara khusus ditugaskan
untuk mencari kehidupan di Mars, dan apa yang ditemukan masih menjadi
perdebatan hingga hari ini. Wahana itu teleh menemukan adanya molekul
organik seperti methyl chloride dan dichloromethane. Walau demikian,
senyawa-senyawa itu bisa jadi merupakan kontaminasi dari Bumi yang
terbawa saat wahana bersiap meluncur di Bumi.
Permukaan Mars
sendiri sangat tidak bersahabat bagi makhluk hidup dalam hal suhu yang
sangat rendah, radiasi, kondisi kering, dan faktor-faktor lain. Walau
begitu, ada makhluk-makhluk hidup yang bisa bertahan di lingkungan
ekstrem di Bumi, seperti di Lembah Kering Antartika yang dingin dan
kering, atau wilayah amat kering di Gurun Atacama di Chile.
Secara teori, selalu ada
kehidupan dimana ada air dalam bentuk cair di Bumi. Dan kemungkinan
pernah adanya lautan di Mars memunculkan pertanyaan apakah pernah ada
kehidupan di sana, dan bila ada, apakah sampai saat ini makhluk-makhluk
hidup itu tetap eksis? Jawaban atas pertanyaan itu mungkin membantu
memberikan sedikit pencerahan terhadap pertanyaan seberapa umumkah
kehidupan di jagad raya.
6. Apakah kehidupan di Bumi berawal dari Mars?
Meteorit
yang ditemukan di Antartika dan berasal dari Mars -- terlempar dari
planet merah akibat tabrakan kosmis -- memiliki struktur serupa dengan
batuan yang dihasilkan mikroba di Bumi. Meski penelitian lebih jauh
menunjukkan bahwa struktur itu terbentuk karena proses kimia dan bukan
biologi, perdebatan mengenai Mars sebagai asal-usul kehidupan di Bumi
masih berlanjut. Beberapa orang masih memegang teori bahwa kehidupan di
Bumi berasal dari Mars, dan terbawa ke Bumi bersama meteorit.
7. Bisakah manusia hidup di Mars?
Untuk
menjawab apakah kehidupan pernah ada atau masih ada di Mars,
barangkali manusia perlu pergi ke sana dan mencarinya sendiri. Pada
tahun 1969, NASA pernah merencanakan misi berawak ke Mars pada tahun
1981 dan membangun stasiun permanen di sana tahun 1988. Namun
perjalanan antar planet itu ternyata menghadapi tantangan ilmiah dan
teknologi yang tidak kecil.
Para ilmuwan harus mengatasi
berbagai masalah perjalanan antar planet, seperti makanan, air,
oksigen, efek gravitasi mikro, kemungkinan radiasi yang berbahaya, dan
kenyataan bahwa astronot yang pergi ke sana akan berada jutaan
kilometer dari Bumi sehingga tidak mudah untuk mendapat bantuan bila
terjadi sesuatu. Selain itu, mendarat, bekerja, dan hidup di planet
lain lalu kembali ke Bumi bukan perkara mudah.
Meski begitu, banyak peneliti
yang ingin melakukan misi itu. Tahun ini, enam sukarelawan hidup
terisolasi seolah sedang berada dalam wahana ruang angkasa selama 520
hari dalam proyek yang disebut Mars500. Simulasi penerbangan ruang
angkasa terlama ini bertujuan untuk meniru perjalanan ke Mars.
Banyak sukarelawan bahkan
bersedia diterbangkan ke Mars meski kemungkinan tidak bisa kembali.
Berbagai rencana juga dibuat, misalnya dengan mengirimkan mikroba
pemakan batu terlebih dahulu, sebelum manusia didatangkan. Teka-teki
mengenai apakah manusia akan pernah menjejakkan kaki ke Mars memang
masih tergantung ada alasan mengapa kita harus mencoba menjelajahi
planet merah itu.
0 komentar:
Posting Komentar
jika menyalin artikel diharap ijin dulu sebagai rasa hormat sesama blogger dan jangan lupa kritik dan sarannya!!