Keberadaan dan asal-usul pahlawan
yang kondang dengan Sumpah Palapa ini masih menjadi misteri bagi semua
orang. Bahkan para ahli sejarah pun belum menemukan kata sepakat dimana
dia dilahirkan. Dimana dia dibesarkan sampai bagaimana sosok Patih Gajah
Mada menghabiskan masa tuanya sampai saat ini menjadi tanda tanya
besar.
Serta menjadi teka-teki sejarah yang
belum terpecahkan. Ada bahasan menarik yang disampaikan oleh sastrawan
Anuf Chafiddi atau sering dipanggil Viddy AD Daery dalam makalahnya
dalam Seminar Sesi II tentang Kontroversi Gajah Mada dalam Perspektif
Fiksi dan Sejarah di Borobudur Writers & Cultural Festival 2012 di
Manohara Hotel, Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jateng
Senin (29/10). Secara tegas dirinya memberikan judul dalam makalahnya;
"Foklor Mengenai Gajah Mada Lahir di Modo, Lamongan" yang artinya
menyatakan dirinya yakin bahwa Gajah Mada dilahirkan, besar dan mati di
Lamongan, Jatim.
"Gajah Mada pahlawan maha besar
nusantara itu lahir di wilayah Lamongan, Jawa Timur? Untuk menjawab
pertanyaan itu akan menimbulkan berbagai macam jawaban kalau ditanyakan
ke banyak orang. Namun kalau ditanyakan kepada saya. Jawaban saya adalah
betul," ungkap Viddy. Ada lima alasan yang menjadikan Viddy yakin bahwa
Gajah Mada berasal dari Lamongan, Jatim. Alasan itu di antaranya, di
daerah Desa Modo dan sekitarnya termasuk Desa Pamotan, Desa Ngimbang,
Desa Bluluk, Desa Sukorame dan sekitarnya tersebar foklor atau cerita
rakyat.
Dongeng dari mulut ke mulut
mengisahkan bahwa Gajah Mada adalah kelahiran wilayah Desa Modo. Kelima
desa itu merupakan daerah ibu kota sejak didirikan jaman Kerajaan
Kahuripan Erlangga. Bahkan anak cucu raja juga mendirikan ibu kota di
situ. Alasanya strategis alamnya bergunung-gunung, bagus untuk
pertahanan dan dekat dengan Kali Lamong cabang Kali Brantas.
Selain itu ada jalan raya
Kahuripan-Tuban yang dibatasi Sungai Bengawan Solo di Pelabuhan Bubat
(kini bernama Kota Babat). Ibu kota ini baru digeser oleh cicit
Airlangga ke arah Kertosono-Nganjuk. Kemudian baru di zaman Jayabaya
digeser lagi ke Mamenang, Kediri. Selanjutnya oleh Ken Arok, digeser
masuk lagi ke Singosari. Baru kemudian oleh R Wijaya dikembalikan ke
arah muara yaitu ke Tarik.
Namun, anaknya yang akan dijadikan
penggantinya yakni Tribuana Tunggadewi diratukan di daerah
Lamongan-Pamotan-Bluluk lagi yaitu di Kahuripan alias Rani Kahuripan,
Lamongan. "Ketika Gajah Mada menyelamatkan Raja Jayanegara dari amukan
pemberontak Ra Kuti, dibawanya Jayanegara ke arah Lamongan yaitu di
Badender (bisa Badender Bojonegoro, bisa Badender kabuh, Jombang,
keduanya memiliki rute ke arah Lamongan (Pamotan-Modo-Bluluk dan
sekitarnya).
Itu sesuai teori masa anak-anak
dimana kalau anak kecil atau remaja berkelahi di luar desa pasti jika
kalah lari menyelamatkan diri masuk ke desa minta dukungan. Di desanya
banyak teman, kerabat maupun guru silatnya. Saya kira Gajah Mada juga
menerapkan taktik itu,"ungkapnya. Sebuah situs kuburan Ibunda Gajah
Mada, yaitu Nyai Andongsari juga menjadikan Viddy yakin bahwa patih
kerajaan jaman Majapahit itu berasal dari Lamongan.
Kemudian juga ada situs kuburan yang
sampai saat ini menjadi perdebatan dan kontroversial yang diyakini
warga sekitar merupakan kuburan patih Gajah Mada. Namun, kuburan itu
dalam posisi dan berkarakter kuburan islam. "Kuburannya menghadap ke
arah persis sebagaimana kuburan orang Islam. Kalau misalnya hal ini
benar maka wajar saja masa tua Gajah Mada tidak ditulis di babad-babad
atau kitab kuno. Sengaja disisihkan atau dihapus dari sejarah karena
Gajah Mada mungkin dianggap 'murtad' atau semacam itu," jelasnya.
Arkeolog sekaligus sejarawan
Fakultas Sejarah Universitas Indonesia (UI) Agus Aris Munandar
menyatakan secara arkeologis belum ditemukan data tentang asal muasal
dan keberadaan pasti Gajah Mada. Bahkan beberapa temuan
prasasti-prasasti yang menyinggung tentang cerita Gajah Mada belum dan
tidak bisa digunakan untuk penelitian dan memastikan benang merah
sejarah cikal bakal Gajah Mada itu sendiri. "Beberapa data soal
keberadaan Gajah Mada yang belum digunakan.
Data Gajah Mada secara arkeologis
tidak ada. Yang ada nanti jika digunakan menjadi tafsir di atas tafsir.
Prasasti yang terabaikan itu diantaranya: Prasasti Gajah Mada di situs
Candi Singosari (Tahun 1351 M), Prasasti Relief Mahameru (Pawitra) yang
menjelaskan Mahameru sebagai titik asis mundi. Kemudian penemuan Candi
Tikus di situs Trowulan yang gayanya mirip Candi Singosari. Mungkinkah
Candi Tikus diperintah Gajah Mada untuk dibangun. "Candi Kepung 7 meter
di muka tanah sangat dekat dengan Candi Tikus di Kepung Kediri.
Ada lagi Prasasti Hemadwalandit,
Prasasti Bendodari (Tahun 1360 M),"tuturnya. Agus Aris menyatakan karena
tidak ada bukti arkeologis yang ditemukan terkait keberadaan dan cikal
bakal Gajah Mada dan saking menariknya tokoh yang satu ini, banyak
sekali daerah yang sampai mengklaim secara lisan bahwa di daerah mereka
merupakan asal muasal maupun tempat meninggalnya Gajah Mada. "Ada yang
mengakui bahwa Gajah Mada dari Buton, Gajah Mada dari Wange-wange Bali.
Ada yang bahkan mengatakan bahwa
Gajah Mada adalah keturunan pasukan Tor-Tor,"ungkap Agus Aris Munandar.
Sampai saat ini, penelitian Arkeologi belum berhasil menemukan jati
diri, sosok Gajah Mada yang seutuhnya. Sebab dari arkeologi sejarah,
mempunya peringkat validitas data.
"Data primer, data sekunder dan data
tertier. Berita- berita dari mulut ke mulut (folklor) itu, menurut Aris
itu merupakan data tersier dan bersifat negatif. Data primer prasasti
itu mutlak dan dibuat pada jamanya. Prasasti dengan angka tahun dihargai
dengan angka tahun. Data pendukung: zaman, bergeser. Negarakertagama
lebih falid dari Pararathon. Ada peringkat yang tidak bisa kami tabrak
begitu saja. Silahkan multi tafsir nanti akan diperbaiki," kata Agus.
0 komentar:
Posting Komentar
jika menyalin artikel diharap ijin dulu sebagai rasa hormat sesama blogger dan jangan lupa kritik dan sarannya!!