Wapres Boediono dalam Peringatan Hari Nusantara 2012 di Labuan Haji,
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat belum lama ini mengatakan kasus
lepasnya Pulai Sipadan-Ligitan ke Malaysia agar tidak terulang lagi.
Bagaimanapun, Indonesia sudah kehilangan dua pulau dengan keindahan yang
sangat menguntungkan untuk dijual sebagai objek wisata.
Bagaimana wajah Sipadan dan Ligitan kini? Pulau yang sempat menjadi sengketa kedaulatan antara Indonesia dengan Malaysia kini berkembang pesat menjadi pusat objek wisata. Para turis mancanegara beramai-ramai mengunjungi pulau yang luasnya sekitar 4 km2 itu.
Beberapa situs telah memperkenalkan Sipadan-Ligitan menjadi salah satu tujuan objek wisata selam terbaik di dunia. Sipadan-Ligitan juga pernah masuk di salah satu koran Inggris The Telegraph, yang menuliskan pulau itu masuk dalam 10 besar tempat wisata terbaik disandingkan dengan Pulau Cocos di Costa Rika dan Blue Hole di Belize.
Diketahui, terdapat 3.000 jenis ikan dan ribuan jenis coral yang hidup di laut Sipadan. Jika menyelam, tak kurang dari 3 meter, terdapat ribuan jack fish dan ribuan baracuda akan mengelilingi. Selain itu, juga terdapat hewan-hewan langka lainnya yakni, hiu coral jenis black tip dan white tip, penyu hijau dan hawksbill turtle.
Pulau Sipadan-Ligitan merupakan pulau yang terletak di sekitar wilayah perbatasan antara Sabah (Malaysia) dan Kalimantan Timur (Indonesia) pada posisi 4 derajat, 7 menit dan 0 detik bujur timur dengan jarak 43 mil sebelah timur Pulau Sebatik. Pulau dengan luas sekitar 50.000 m bujur sangkar menjadi sengketa antar kedua negara Indonesia dan Malasyia.
Pada tahun 1969 diadakan perundingan penetapan landas kontinen. Indonesia berpendirian, garis batas lurus dibuat dari Pulau Sebatik, yang sudah dibagi dua dengan Malaysia, dua pulau itu mestinya masuk wilayah Indonesia. Namun Malaysia berpendapat, garis batas itu hanya sampai Pulau Sebatik, sehingga kedua pulau itu bisa diklaim sebagai wilayah Sabah. Perundingan tersebut menemui jalan buntu. Kemudian disepakatilah status quo. yang berarti di wilayah tersebut tidak ada satupun kegiatan yang berlangsung sebelum diputuskannya penyelesaian.
Namun, pengertian status quo bagi kedua negara berbeda. Malaysia menganggap status quo sebagai tetap berada di bawah negaranya sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai.
Tahun 1991 Malaysia sempat menempatkan pasukan polisi hutan setara Brimob untuk melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia dan meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau. Seorang pengusaha Malaysia juga mendirikan resort-resort yang jumlahnya lebih dari 20 buah.
Akhirnya pada 17 Desember 2001, Mahkamah Internasional memutuskan pulau Sipadan-Ligitan termasuk wilayah Malaysia. MI memutuskan tersebut atas pertimbangan effectivity yakni tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim. MI memutuskan Malaysia karena saat itu pemerintah Inggris yang dulunya menjajah Malaysia telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercusuar sejak 1960-an.
Bagaimana wajah Sipadan dan Ligitan kini? Pulau yang sempat menjadi sengketa kedaulatan antara Indonesia dengan Malaysia kini berkembang pesat menjadi pusat objek wisata. Para turis mancanegara beramai-ramai mengunjungi pulau yang luasnya sekitar 4 km2 itu.
Beberapa situs telah memperkenalkan Sipadan-Ligitan menjadi salah satu tujuan objek wisata selam terbaik di dunia. Sipadan-Ligitan juga pernah masuk di salah satu koran Inggris The Telegraph, yang menuliskan pulau itu masuk dalam 10 besar tempat wisata terbaik disandingkan dengan Pulau Cocos di Costa Rika dan Blue Hole di Belize.
Diketahui, terdapat 3.000 jenis ikan dan ribuan jenis coral yang hidup di laut Sipadan. Jika menyelam, tak kurang dari 3 meter, terdapat ribuan jack fish dan ribuan baracuda akan mengelilingi. Selain itu, juga terdapat hewan-hewan langka lainnya yakni, hiu coral jenis black tip dan white tip, penyu hijau dan hawksbill turtle.
Pulau Sipadan-Ligitan merupakan pulau yang terletak di sekitar wilayah perbatasan antara Sabah (Malaysia) dan Kalimantan Timur (Indonesia) pada posisi 4 derajat, 7 menit dan 0 detik bujur timur dengan jarak 43 mil sebelah timur Pulau Sebatik. Pulau dengan luas sekitar 50.000 m bujur sangkar menjadi sengketa antar kedua negara Indonesia dan Malasyia.
Pada tahun 1969 diadakan perundingan penetapan landas kontinen. Indonesia berpendirian, garis batas lurus dibuat dari Pulau Sebatik, yang sudah dibagi dua dengan Malaysia, dua pulau itu mestinya masuk wilayah Indonesia. Namun Malaysia berpendapat, garis batas itu hanya sampai Pulau Sebatik, sehingga kedua pulau itu bisa diklaim sebagai wilayah Sabah. Perundingan tersebut menemui jalan buntu. Kemudian disepakatilah status quo. yang berarti di wilayah tersebut tidak ada satupun kegiatan yang berlangsung sebelum diputuskannya penyelesaian.
Namun, pengertian status quo bagi kedua negara berbeda. Malaysia menganggap status quo sebagai tetap berada di bawah negaranya sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai.
Tahun 1991 Malaysia sempat menempatkan pasukan polisi hutan setara Brimob untuk melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia dan meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau. Seorang pengusaha Malaysia juga mendirikan resort-resort yang jumlahnya lebih dari 20 buah.
Akhirnya pada 17 Desember 2001, Mahkamah Internasional memutuskan pulau Sipadan-Ligitan termasuk wilayah Malaysia. MI memutuskan tersebut atas pertimbangan effectivity yakni tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim. MI memutuskan Malaysia karena saat itu pemerintah Inggris yang dulunya menjajah Malaysia telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercusuar sejak 1960-an.
0 komentar:
Posting Komentar
jika menyalin artikel diharap ijin dulu sebagai rasa hormat sesama blogger dan jangan lupa kritik dan sarannya!!