Hari Jumat, 20 Juli 2012, di lapangan Heden, Gothenburg, Swedia, tim
sepak bola Kabomania-SKF Indonesia tumbang 0-3 di tangan Chivas
Guadalajara. Ini adalah laga semifinal Gothia Cup 2012 pada kelompok
Boys 14. Tim Kabomania-SKF Indonesia berisi pemain-pemain terbaik hasil
binaan Liga Kompas-Gramedia U-14, sementara Chivas adalah klub elite
Meksiko yang pemain-pemainnya selalu menjadi tulang punggung ”El
Tricolor”, tim nasional Meksiko.
Chivas lantas melaju ke final dan
juara. Bagi Chivas, ini prestasi yang terbilang biasa-biasa saja karena
tahun sebelumnya pun mereka menjuarai kelompok Boys 14. Namun, bagi
Liga Kompas-Gramedia, sukses Dody Alfayed dan kawan-kawan menjadi juara
ketiga adalah kemajuan pesat. Sebab, pada 2011, tim pilihan yang
berangkat dengan nama Asiop-SKF Indonesia gugur di babak 16 besar.
Duet
pelatih Kabomania-SKF Indonesia, Cecep Djumhana-Dede Supriyadi,
mengakui, kualitas Chivas dua tingkat di atas Dody dan kawan-kawan.
”Jelas sekali mereka terbina dalam sistem yang rapi dan bermutu. Mulai
dari pergerakan pemain, passing, sampai penerapan strategi, anak-anak Chivas sangat terkoordinasi,” ujar Dede.
Sukses
Chivas di Gothia Cup 2012 sebenarnya hanya noktah kecil di tengah
gelombang prestasi sepak bola Meksiko yang menyentak dunia, paling tidak
sejak 2005. Terakhir, puluhan ribu orang berkumpul di monumen
kemerdekaan di Mexico City untuk merayakan sukses ”El Tricolor” merebut
medali emas Olimpiade London 2012. Keberhasilan ini adalah buah kerja
keras Federasi Sepak Bola Meksiko dalam mencetak bibit-bibit muda lewat
sistem pembinaan yang keras dan ketat.
Majalah World
Soccer edisi Oktober 2012 menurunkan laporan khusus mengenai
kebangkitan sepak bola Meksiko yang sangat inspiratif. Uniknya, cerita
manis sepak bola Meksiko dimulai dari kepahitan. Pada 1988, mereka jatuh
ke jurang setelah FIFA menjatuhkan sanksi dua tahun akibat Meksiko
mencuri umur saat turun di Piala Dunia U-20. Namun, hampir 25 tahun
setelah aib yang luar biasa itu, Meksiko bangkit. Mereka dua kali
memenangi Piala Dunia U-17, finis di urutan kelima dan ketiga pada Piala
Dunia U-20, dan menghantam Brasil pada final Olimpiade London 2012.
Menurut
Presiden Liga Profesional Meksiko (Liga MX) Decio De Maria, sejak tahun
2002, federasi telah menyusun struktur baku pembinaan sepak bola meski
masih jauh dari prinsip profesionalisme. ”Kemenangan di Piala Dunia U-17
membuka mata kami bahwa banyak sekali pemain muda berbakat yang
tersedia di negeri ini,” ujar De Maria.
Segera setelah mencatat
sejarah di Peru, Federasi Sepak Bola Meksiko membentuk komite
pembangunan olahraga. Komite ini berkuasa penuh membuat sejumlah
peraturan demi memajukan sepak bola. Segera komite ini mengeluarkan
sebuah peraturan yang sangat radikal, yakni mewajibkan setiap klub yang
tampil di strata liga tertinggi untuk memainkan pemain berusia di bawah
20 tahun dan 11 bulan paling tidak selama 45 menit tiap laganya selama
satu musim penuh!
Keputusan ini awalnya mendapat tantangan keras.
Sejumlah pelatih klub ternama memprotes karena mereka dipaksa menurunkan
pemain yang belum benar-benar siap untuk laga domestik yang sangat
kompetitif. Namun, komite bergeming.
Komite kemudian menelurkan
keputusan lanjutan. Kompetisi divisi I atau satu level di bawah liga
profesional harus memainkan dua kelompok umur, yakni U-17 dan U-20. Tiap
kelompok ini bertanding di stadion yang sama dengan tim level senior.
Keputusan ini memaksa tiap klub membentuk tim yunior, bahkan pada
beberapa kasus, sejumlah klub harus mencetak dari nol karena sebelumnya
tidak pernah membina pemain muda.
Peraturan yang ketat ini memaksa
tiap klub bukan saja mencetak tim yunior, melainkan juga membentuk
sistem pemandu bakat profesional. ”Basis pemanduannya domestik dan
regional,” ujar Guillermo Cantu, mantan pemain ”El Tricolor” yang juga
mantan direktur tim nasional.
Klub-klub elite seperti Chivas,
America, dan Cruz Azul bahkan sangat agresif membuka akademi di seluruh
penjuru Meksiko untuk mendapatkan talenta sepak bola terbaik. Mereka
bahkan membuka sekolah sepak bola sampai ke Amerika Serikat.
Federasi
Sepak Bola Meksiko juga melakukan investasi besar dengan menugaskan
pelatih-pelatih terbaik dan pemandu bakat purnawaktu pada seluruh level
tim nasional. Tim-tim nasional ini dikirim ke sejumlah turnamen
internasional. Meski berbiaya besar, mencapai 14,5 juta poundsterling
(sekitar Rp 200 miliar), hasilnya memang layak. Pada 2012, timnas
Meksiko U-17, U-20, dan U-23 menjuarai delapan dari 10 turnamen
internasional, termasuk Olimpiade London 2012.
Di Meksiko,
pembinaan usia muda dimulai pada usia 14 tahun, persis kelompok usia
yang dibina Liga Kompas-Gramedia. Setiap klub mempunyai tim di bawah
usia 15 tahun yang berpartisipasi pada turnamen musim panas dan musim
dingin. Federasi juga menggelar turnamen internasional yang diikuti
delapan tim dari lima benua yang diberi tajuk ”Mundialito”. Hasilnya,
Meksiko mempunyai pemain melimpah dengan pengalaman internasional
memadai.
Lewat proyek ini, para talenta Meksiko sudah fasih
menghadapi pemain dari belahan bumi mana pun. Para pemain yang tampil di
Piala Dunia U-17 paling tidak sudah mengantongi 50 laga internasional,
dan angka ini berlipat dua saat mereka tampil pada Piala Dunia U-20.
Setelah
menjuarai Piala Dunia U-17, dan urutan ketiga Piala Dunia U-20 serta
keping emas Olimpiade (U-23), generasi baru sepak bola Meksiko
dipastikan akan menggetarkan siapa pun pada Piala Dunia 2014 di Brasil.
sumber:http://internasional.kompas.com/read/2012/10/11/03243790/Waspadai.Generasi.Baru.Meksiko
0 komentar:
Posting Komentar
jika menyalin artikel diharap ijin dulu sebagai rasa hormat sesama blogger dan jangan lupa kritik dan sarannya!!