Jumat, 23 November 2012

Waspadai Generasi Baru Meksiko

Hari Jumat, 20 Juli 2012, di lapangan Heden, Gothenburg, Swedia, tim sepak bola Kabomania-SKF Indonesia tumbang 0-3 di tangan Chivas Guadalajara. Ini adalah laga semifinal Gothia Cup 2012 pada kelompok Boys 14. Tim Kabomania-SKF Indonesia berisi pemain-pemain terbaik hasil binaan Liga Kompas-Gramedia U-14, sementara Chivas adalah klub elite Meksiko yang pemain-pemainnya selalu menjadi tulang punggung ”El Tricolor”, tim nasional Meksiko.
Chivas lantas melaju ke final dan juara. Bagi Chivas, ini prestasi yang terbilang biasa-biasa saja karena tahun sebelumnya pun mereka menjuarai kelompok Boys 14. Namun, bagi Liga Kompas-Gramedia, sukses Dody Alfayed dan kawan-kawan menjadi juara ketiga adalah kemajuan pesat. Sebab, pada 2011, tim pilihan yang berangkat dengan nama Asiop-SKF Indonesia gugur di babak 16 besar.
Duet pelatih Kabomania-SKF Indonesia, Cecep Djumhana-Dede Supriyadi, mengakui, kualitas Chivas dua tingkat di atas Dody dan kawan-kawan. ”Jelas sekali mereka terbina dalam sistem yang rapi dan bermutu. Mulai dari pergerakan pemain, passing, sampai penerapan strategi, anak-anak Chivas sangat terkoordinasi,” ujar Dede.
Sukses Chivas di Gothia Cup 2012 sebenarnya hanya noktah kecil di tengah gelombang prestasi sepak bola Meksiko yang menyentak dunia, paling tidak sejak 2005. Terakhir, puluhan ribu orang berkumpul di monumen kemerdekaan di Mexico City untuk merayakan sukses ”El Tricolor” merebut medali emas Olimpiade London 2012. Keberhasilan ini adalah buah kerja keras Federasi Sepak Bola Meksiko dalam mencetak bibit-bibit muda lewat sistem pembinaan yang keras dan ketat.
Majalah World Soccer edisi Oktober 2012 menurunkan laporan khusus mengenai kebangkitan sepak bola Meksiko yang sangat inspiratif. Uniknya, cerita manis sepak bola Meksiko dimulai dari kepahitan. Pada 1988, mereka jatuh ke jurang setelah FIFA menjatuhkan sanksi dua tahun akibat Meksiko mencuri umur saat turun di Piala Dunia U-20. Namun, hampir 25 tahun setelah aib yang luar biasa itu, Meksiko bangkit. Mereka dua kali memenangi Piala Dunia U-17, finis di urutan kelima dan ketiga pada Piala Dunia U-20, dan menghantam Brasil pada final Olimpiade London 2012.
Menurut Presiden Liga Profesional Meksiko (Liga MX) Decio De Maria, sejak tahun 2002, federasi telah menyusun struktur baku pembinaan sepak bola meski masih jauh dari prinsip profesionalisme. ”Kemenangan di Piala Dunia U-17 membuka mata kami bahwa banyak sekali pemain muda berbakat yang tersedia di negeri ini,” ujar De Maria.
Segera setelah mencatat sejarah di Peru, Federasi Sepak Bola Meksiko membentuk komite pembangunan olahraga. Komite ini berkuasa penuh membuat sejumlah peraturan demi memajukan sepak bola. Segera komite ini mengeluarkan sebuah peraturan yang sangat radikal, yakni mewajibkan setiap klub yang tampil di strata liga tertinggi untuk memainkan pemain berusia di bawah 20 tahun dan 11 bulan paling tidak selama 45 menit tiap laganya selama satu musim penuh!
Keputusan ini awalnya mendapat tantangan keras. Sejumlah pelatih klub ternama memprotes karena mereka dipaksa menurunkan pemain yang belum benar-benar siap untuk laga domestik yang sangat kompetitif. Namun, komite bergeming.
Komite kemudian menelurkan keputusan lanjutan. Kompetisi divisi I atau satu level di bawah liga profesional harus memainkan dua kelompok umur, yakni U-17 dan U-20. Tiap kelompok ini bertanding di stadion yang sama dengan tim level senior. Keputusan ini memaksa tiap klub membentuk tim yunior, bahkan pada beberapa kasus, sejumlah klub harus mencetak dari nol karena sebelumnya tidak pernah membina pemain muda.
Peraturan yang ketat ini memaksa tiap klub bukan saja mencetak tim yunior, melainkan juga membentuk sistem pemandu bakat profesional. ”Basis pemanduannya domestik dan regional,” ujar Guillermo Cantu, mantan pemain ”El Tricolor” yang juga mantan direktur tim nasional.
Klub-klub elite seperti Chivas, America, dan Cruz Azul bahkan sangat agresif membuka akademi di seluruh penjuru Meksiko untuk mendapatkan talenta sepak bola terbaik. Mereka bahkan membuka sekolah sepak bola sampai ke Amerika Serikat.
Federasi Sepak Bola Meksiko juga melakukan investasi besar dengan menugaskan pelatih-pelatih terbaik dan pemandu bakat purnawaktu pada seluruh level tim nasional. Tim-tim nasional ini dikirim ke sejumlah turnamen internasional. Meski berbiaya besar, mencapai 14,5 juta poundsterling (sekitar Rp 200 miliar), hasilnya memang layak. Pada 2012, timnas Meksiko U-17, U-20, dan U-23 menjuarai delapan dari 10 turnamen internasional, termasuk Olimpiade London 2012.
Di Meksiko, pembinaan usia muda dimulai pada usia 14 tahun, persis kelompok usia yang dibina Liga Kompas-Gramedia. Setiap klub mempunyai tim di bawah usia 15 tahun yang berpartisipasi pada turnamen musim panas dan musim dingin. Federasi juga menggelar turnamen internasional yang diikuti delapan tim dari lima benua yang diberi tajuk ”Mundialito”. Hasilnya, Meksiko mempunyai pemain melimpah dengan pengalaman internasional memadai.
Lewat proyek ini, para talenta Meksiko sudah fasih menghadapi pemain dari belahan bumi mana pun. Para pemain yang tampil di Piala Dunia U-17 paling tidak sudah mengantongi 50 laga internasional, dan angka ini berlipat dua saat mereka tampil pada Piala Dunia U-20.
Setelah menjuarai Piala Dunia U-17, dan urutan ketiga Piala Dunia U-20 serta keping emas Olimpiade (U-23), generasi baru sepak bola Meksiko dipastikan akan menggetarkan siapa pun pada Piala Dunia 2014 di Brasil.
sumber:http://internasional.kompas.com/read/2012/10/11/03243790/Waspadai.Generasi.Baru.Meksiko

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

jika menyalin artikel diharap ijin dulu sebagai rasa hormat sesama blogger dan jangan lupa kritik dan sarannya!!